Jumat, 26 Juli 2013

Kejutan yang Terlambat

0

Mataku bergerak-gerak mengamati etalase. Sebentar-sebentar aku menengok handphone, mungkin sudah ada pesan darimu nangkring dengan jelas di sana. Beberapa menit berlalu dan kamu belum juga membalas pesanku, pesan di mana aku memberikan dua pilihan untukmu. Aku melirik arlojiku, 15 menit lagi aku harus kembali ke kampus.

"Ah, lama banget balesnya. Bodo amat deh, aku ambil yang ini aja!"

Sekembalinya di kampus, aku bergegas menuju ruanganku. Jam dinding menunjukkan pukul 5 sore. Aku meletakkan sesuatu dari etalase tadi di pojokan meja, kututupi dengan jaket, agar tidak ada seorangpun yang tahu. Aku beralih menuju lemari besar di dinding sebelah pintu, aku mencari sebentuk silinder kecil warna-warni yang biasanya sering kulihat. Tapi susah sekali menemukannya. Selalu seperti ini ya, barang selalu susah dicari ketika kita sedang memerlukannya. Tapi syukurlah akhirnya usahaku berjinjit-jinjit sejak tadi membuahkan hasil, aku berhasil menemukan barang yang kucari. Akupun bernapas lega.

Ah, lupa! Aku butuh korek!

Setengah mati aku menjelajahi seisi ruangan ini, dan aku tidak menemukan korek barang sebatang pun! Sementara waktu yang aku punya sudah tidak banyak lagi. Aku segera berlari menuju pintu, menguncinya, kemudian melesat ke satu tujuan, Indomaret di seberang jalan. Aku tidak peduli dengan beberapa pasang mata yang mengikuti langkahku setengah berlarian di koridor kampus. Entah bagaimana rupa rambut dan wajahku yang sudah letih sejak siang, aku tidak peduli. Aku terus memacu langkahku semakin cepat. Waktuku tinggal 15 menit lagi.

Di Indomaret, aku sekali lagi harus mengabaikan pandangan keheranan penjaga toko yang seperti berkata "He? korek? Kamu ngerokok, dek?" waktu aku menanyakan apakah ada korek yang mereka jual. Tak apalah, mungkin korek yang kubeli ini juga harus ditebus dengan pandangan-pandangan aneh. Huh. Akupun kembali berlari menuju kampus. Ah, 10 menit lagi!

Sampai di kampus, ternyata kamu sudah duduk menunggu di dekat ruanganku. Aku tersenyum sambil mencoba mengatur napas. Aku bahkan mengabaikan pertanyaan dan tatapan keherananmu yang menyaksikan aku terengah-engah. Di ruangan, aku menyusun semuanya, barang-barang yang kudapatkan sejak siang. Aku menyuruhmu duduk, dan...

"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday happy birthday, happy birthday to you... Maaf yaaa, telat banget ngasi surprise-nyaa..."

Kamu diam beberapa saat.

"Ayo ditiup!", kataku girang.

Kamu malah menggodaku, meniupkan napas ke wajahku yang berkeringat di sana-sini. Asal kamu tahu, tiupan itu nggak bikin dingin, tau! :p

Dan perayaan ulang tahun itu usai setengah jam kemudian, tapi tidak dengan rasa bahagianya... :)

Rabu, 10 Juli 2013

Tak Pernah di Hatimu

1

Aku masih tidak mampu melapaskan pandangan dari wajahnya yang pucat. Garis-garis rahang yang tegas dan biasa menyambutku dengan tawa itu sekarang hanya terkatup rapat. Tak ada suara yang keluar dari sepasang bibirnya yang kerap menyapa pipiku ketika kami bertemu setelah minggu-minggu yang penuh dengan kesibukan.

Aku sungguh mencintai lelaki yang sekarang terbujur di hadapanku ini. Aku mencintai kelembutan hati yang tersimpan dalam raganya yang kuat dan kokoh. Sebuah kebanggaan tersendiri buatku, saat dia menjadikanku sandaran atas segala keluh dan kesahnya. Itu membuatku merasa dibutuhkan.

Sekarang aku hanya bisa melihatnya terdiam, benar-benar diam.

Aku menyentuh tangannya perlahan. Dan, hei, dia membuka matanya!

Aku tak sanggup berkata-kata. Akhirnya ia bangun juga setelah koma beberapa minggu. Akupun bersiap keluar ruangan untuk memanggil dokter, sebelum tangannya menggenggam telapak tanganku dan berkata,

"Jangan pergi, Rheina.."

Air mataku jatuh. Aku menatap pandangan matanya yang kosong. Seketika aku tahu bahwa aku tidak pernah benar-benar ada di dalam hatinya.

"Aku Erika, bukan Rheina..," batinku.