Senin, 31 Agustus 2015

Book Review: The Ho[S]tel

0

Terimakasih bukunya, mr. Sony dan mas Ariy :)

Actually sudah selesai baca buku ini sejak 2 mingguan yang lalu, tapi selalu kelelahan tiap udah sampai kosan, dan akhirnya mengabaikan laptop yang teronggok di sudut kamar. Kasur jauh lebih menggoda, hehehe. Tapi, hari ini, sekalian lah nungguin pengisian e-performance alias penilaian kinerja di kantor (yang masih eror-eror mulu), diniatin posting untuk nge-review buku ini :D

Dimulai dari asal usul buku ini. Jadi, buku ini adalah sebuah karya kolaborasi dari Ariy dan Sony (ah, kagok banget nyebut nama doang macam begini, haaha), di mana salah satunya adalah dosen aku di kampus. Yap, Bapak Sony Kusumasondjaja. Awalnya aku ngereview bukunya mas Ariy yang nomadic heart, terus nge-mention penulisnya, lalu malah dikasi buku ini secara gratis plus tanda tangan plus ucapan dari penulisnya.. Hahahaha.. Big thanks, mr, Sony and mas Ariy :D

Buku berjudul The Ho(s)tel ini menceritakan pengalaman dua orang penulisnya, yang notabene memang penghobi traveling. Seperti yang diungkapkan mas Ariy di bagian mukadimah (halah, mukadimaaaah :p), pengalaman yang dibagikan oleh dua penulis ini sifatnya saling melengkapi. Kalau yang satu referensi travelingnya kebanyakan negara Asia, maka satunya lebih sering traveling ke Eropa. Jika mas Ariy cenderung memilih gaya backpacker, maka pak Sony lebih ala koper. Dua hal yang saling melengkapi itulah yang menjadikan buku ini terasa lengkap dan sesuai banget buat referensi dua gaya traveling sekaligus :D

Salah satu hal yang aku sukai dari buku non fiksi macam begini adalah:
1. Bacanya santai
2. Karena pengalaman sendiri, biasanya ceritanya itu akan terasa sangat akrab, serasa ngalamin sendiri gitu deh :D

Dan kedua hal itu aku dapatkan di buku ini. Penggambaran suasana dan emosinya tuh dapet banget. Traveling memang sejuta rasanya, bukan cuma ketika kita berada di tempat-tempat wisatanya, tapi cerita-cerita tentang tempat kita merebahkan punggung pun nggak jarang juga membawa memori-memori khusus yang akan terkenang selalu :D

Total ada 19 pengalaman seru mas Ariy dan mr. Sony dalam mengarungi bahtera traveling nya masing-masing. Rasanya masih amazed ngebaca salah satu cerita dimana mr. Sony marah-marah banget gara-gara dituduh ngambil asbak (pasalnya aku biasa ngelihat beliau itu cool banget kalo di kampus), jadi ngebayangin beliau marah-marah sampe segitunya tuh rasanya lumayan ngeri deh kayaknya, hahaha. Bahkan aku ikutan merinding juga pas baca pengalaman mas Ariy nginap di hotel horor di Cina (antara merinding, tapi juga pengen ketawa sih, :p).

Ngebaca pengalaman traveling (khususnya bagian inap-menginap) dari dua penulis ini berhasil bikin aku ngakak, merinding, bahkan mengangguk dan menggelengkan kepala sendirian. Mengangguk pas baca something yang ternyata juga aku banget, misal mas Ariy yang doyan nyetel TV semalaman ketika ngerasa "nggak nyaman", juga pikiran-pikiran parno kalo ada bed kosong di sebelah bed sendiri. Aku banget ituuu.. hahahaha

Anyway, di buku ini aku nggak cuma bisa membaca pengalaman nginap di negeri orang, tapi juga banyaaaak tips yang berguna banget untuk traveling (fyi, tips ini ada di tiap akhir cerita, lho!). Kebayang banget betapa buku ini berguna banget buat orang-orang yang hobi traveling alias melancong kemana-mana :D

Akhirul kata, buku ini bener-bener kaya referensi maupun tips bagi penyuka traveling. Membaca buku ini juga somehow bikin aku pengen traveling sendirian (duh tapi, mengingat aku wanita dan ngga punya ilmu beladiri, urung deh kalo mesti traveling sendirian jauh-jauh :p).

Mau tahu cerita-cerita lain di buku ini? Baca sendiri lah, dijamin langsung pengen nyobain tips-tips yang udah dishare di buku ini deh.. Pasti!

:D 

Selasa, 11 Agustus 2015

Tentang Sebuah Perjalanan

0

pict taken from: amomoffaith.wordpress.com
Beberapa hari yang lalu membaca postingan path salah seorang teman yang habis naik gunung, menggapai puncaknya. Lalu dia katakan bahwa, meraih puncak itu biasa, yang luar biasa adalah mencapai puncak bersama-sama. Lalu sejenak postingan itu membuat ingatanku melayang ke perjalanan-perjalanan yang pernah kualami dengan teman-teman yang sudah kuanggap keluargaku sendiri. Bersama teman-teman baik semasa kuliah, aku melakukan banyak perjalanan, yang beberapa diantaranya lumayan berat (buatku), tapi kesemuanya selalu menyenangkan untuk diingat.

Kemudian, seperti semakin yakin bahwa, dalam suatu perjalanan, yang lebih penting adalah partner-nya, bukan destinasinya..

Kalau sejenak kembali mengingat, aku sih lebih ingat, lebih terkesan dengan bagaimana ceritanya aku bisa mencapai suatu destinasi. Aku juga pasti lebih ingat dengan prosesnya, lebih bisa merasakan feel di prosesnya, bukan ketika berhasil atau tidak untuk mencapai suatu tujuan itu. 

Waktu ngelakuin perjalanan ke pulau Sempu beberapa tahun yang lalu, yang paling berkesan ya perjalanannya. Apa aja yang sudah terjadi sepanjang perjalanan, apa yang ada di dalam pikiran dan perasaan ketika di perjalanan. Ketika sudah mencapai tujuannya, alias segara anak, yang ada ya kekaguman, kelegaan, mungkin akan selesai pada saat itu juga, atau paling nggak yaa bertahan sampai beberapa har berikutnya lah ya. Sementara memori selama proses mencapainya, selama lelah dan payah dalam perjalanannya, akan terus tinggal di dalam hati dan pikiran, dan mendatangkan senyuman ketika dikenang.

Aku pikir-pikir lagi, memang partner perjalanan itu perannya pentiiiiing banget. Tujuan itu penting, tapi, partner perjalanan tuh lebih penting, bahkan bisa jadi partner perjalananlah yang turut menentukan berhasil atau tidaknya tujuan itu tercapai. Di perjalanan-perjalanan yang berat, penting sekali punya partner yang tepat. Apalagi untuk perjalanan seumur hidup, ya kan? :)



hidup adalah prosesnya
ini memang cerita tentang perjalanan
dan langkah-langkah ringan di samping langkah kita
berjalan bersisian
ke tujuan abadi

Sabtu, 01 Agustus 2015

Book Review: Nomadic Heart

0




Sudah agak lupa kapan beli buku ini, yang jelas, niat dan minat membacaku sih baru-baru ini aja muncul (lagi) nya. Setelah tuntas baca bukunya Benzbara yang "jatuh cinta adalah cara terbaik untuk bunuh diri", buku selanjutnya yang jadi sasaranku adalah buku ini, judulnya "Nomadic Heart". Lama banget nggak baca buku yang bernuansa traveling. Ah, apalagi traveling itu sendiri, udah lama nggak ngelakuinnya, uwaaa.. *malah curcol*

Lanjut ngomongin bukunya yaa.. Hehe.. Buku berjudul Nomadic Heart ini sebenarnya nggak bisa dibilang buku baru, terbitan tahun 2013, sebuah karya dari seorang travel writer bernama Ariy (yang nantinya adalah sebagai duet nulis di buku dosen saya, tentang traveling juga). Kalau ditanya apa yang bikin aku tertarik untuk membeli buku ini, yaaa karena buku ini bertema traveling. Pertama melihat cover, baca kata-kata di belakang bukunya, pikiranku langsung berekspektasi, bahwa buku ini akan bercerita tentang banyak perjalanan, tentang banyak pelajaran yang didapatkan dalam perjalanan itu sendiri. 

Dan...

Ekspektasiku nggak berlebihan, berhasil aku puaskan ekspektasi itu dalam buku ini. Gaya bercerita yang sederhana, beberapa perumpamaan lucu, itu yang bikin aku ngerasa begitu dekat sama pengalaman yang diceritakan sang penulis. Terdiri dari beberapa bagian, Ariy menceritakan pengalaman-pengalamannya traveling ke berbagai negara, bertemu berbagai macam orang dengan karakter yang macam-macam pula, bersua dengan perbedaan budaya, dan bertoleransi dengan banyak hal. Bisa terasa sekali kecintaan Ariy terhadap traveling, bisa dirasakan pula bahwa traveling memberikannya banyak hal (yang mungkin hanya ia sendiri yang tahu).

Kalau aku laki-laki, mungkin aku nggak akan keberatan traveling sendirian kemana-mana. Sounds so fun ketika Ariy bercerita tentang tidur di stasiun, di mushola, being lost di tempat-tempat yang baru, dan lain sebagainya. Tapi, aku nggak bisa membayangkan kalo itu terjadi di aku. Lha wong berangkat dinas aja ribet, apalagi backpacking sendirian macam si Ariy ini, hahaha.. Buatku sih, backpacking alone sebagai perempuan yaa hanya bisa dibayangkan saja bagaimana rasanya.. :p

By the way, aku suka dengan banyak nilai yang dishare Ariy melalui bukunya ini. Di sini, bisa dilihat bagaimana pentingnya membawa prasangka baik sepaket dengan kewaspadaan. Pentingnya memahami budaya di tempat kita berada. Bertoleransi dan memahami karakter manusia, dan banyak lagi yang lainnya.

Ariy berhasil membuatku semakin yakin, bahwa traveling itu bukan kegiatan ngabis-ngabisin duit seperti yang sering dikatakan orang. Lebih dari perjalanan fisik, hati kita pun turut dibawa, dan melakukan perjalanan.. :)

Dan yang tidak kalah penting, di buku ini, terlihat pula bagaimana satu kebaikan itu memang akan menjadi rantai dengan kebaikan-kebaikan lainnya, yang pada akhirnya akan kembali pada diri kita sendiri.. :)

Happy traveling :D