Senin, 29 Mei 2017

Kotak-Kotak

0

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Allah SWT berfirman:

وَقُلْ لِّـلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَـضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ ۖ  وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَآئِهِنَّ اَوْ اٰبَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَآئِهِنَّ اَوْ اَبْنَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَآئِهِنَّ اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَآءِ ۖ  وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُـعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ   ۗ  وَتُوْبُوْۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."
(QS. An-Nur 24: Ayat 31)

Kali ini saya memberanikan diri membuat postingan yang lebih islami. Kenapa memberanikan diri? Ya, karena saya amat takut, takut bahwa diri ini masih belum cukup baik untuk menyampaikan ini. Jadi, jangan dilihat siapa yang menyampaikan, tapi apa yang disampaikan.

Postingan ini bisa dibilang adalah suatu bentuk ungkapan keresahan saya. Bahkan lebih banyak curhatnya, hehe.

Perihal kewajiban menutup aurat, telah jelas tercantum dalam firman Allah di atas. Bahwa menutup aurat itu bukan pilihan, tapi kewajiban. Yang dikatakan pilihan itu bukan soal menutup auratnya, tapi pilihan apakah kita mau taat, atau tidak.

Sok banget lu, ul! Ya, nggakapapa dibilang sok, saya pun baru memutuskan berjilbab bulan Mei tiga tahun yang lalu. Saya terlalu banyak pertimbangan. Terlalu banyak yang jadi pemikiran, dan salah satunya adalah memikirkan apa kata orang.

Betul bahwa kita nggak perlu memikirkan apa kata orang kalau kita ingin berbuat baik. Sudah banyak artikel maupun nasihat yang mengulas soal itu. Tapi di sini saya ingin mengulas dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari sisi "orang"-nya, "orang" yang beropini soal perempuan berjilbab.

Masih ingat fenomena (maaf) jilboob dulu? Atau sekarang masih jadi fenomena ya?

Kita ambil contoh satu itu saja. Soal jilboob, yang nyatanya melukai hati muslimah yang telah lebih rapi menutup auratnya.

Saya pun tidak nyaman melihatnya. Saya pun rasanya tidak ingin disama-samakan. Saya pun merasakan luka, ketika perintah Allah seperti dilecehkan, diremehkan.

Tapi belakangan saya sadar.

Jangan-jangan, kita bahkan punya peranan dalam menimbulkan fenomena jilboob itu sendiri.

Pandangan-pandangan sinis kita..

Bisik-bisik kita yang bernada meremehkan..

Merasa telah baik, lalu mengizinkan diri ini angkuh berjalan di bumiNya..

Astaghfirullah.

Muslimah sholehah, mungkin ada baiknya kita merenung sejenak. Sudahkah kita merangkul dan menjelaskan bagaimana menutup aurat sesuai tuntunanNya? Sudahkah kita dengan ramahnya membuat mereka merasa nyaman berinteraksi dengan kita?

Ataukah kita malah menertawakan mereka? Ataukah kita masih membuat mereka enggan, membuat mereka minder karena merasa kita telah jauh lebih baik dari mereka?

Seringkali tanpa disadari, kita yang menciptakan kotak-kotak itu. Kita sendiri yang memberikan label-label tertentu. Kita yang ironisnya membuat jurang perbedaan itu semakin terlihat jelas. Dan celakanya, kotak-kotak ini yang mungkin menumbuhkan pemikiran "siapa lebih baik dari siapa", "siapa yang telah mencapai apa", pun bahkan "siapa yang tidak menjadi bagian dari siapa".

Perlu kita ingat bahwa tidak setiap orang mampu berhijrah secara drastis. Setiap orang punya alur prosesnya masing-masing. Dan, setiap orang menjemput hidayahNya dengan caranya sendiri-sendiri.

Muslimah sholeha, jika saat ini kita belum bisa sepenuhnya menghilangkan kotak-kotak yang tak kasat mata itu, setidaknya, mari kita berada di tepi-tepinya saja. Untuk apa? Untuk saling merentangkan tangan, menjadi jembatan antara yang berada di dalam dan di luar kotak.

Supaya apa?

Supaya kita bisa merangkul semua.

Supaya kita bisa menjadi teman hijrah.

Supaya tidak ada yang merasa disisihkan, ataupun ditinggalkan.

Menutup aurat adalah PR kita bersama, sebagai sesama muslimah. Saling mengingatkan, bukan mencemooh. Saling mengajak dalam kebaikan, bukan menghakimi. Saling belajar, bukan membanding-bandingkan.

Insya Allah, tempat yang istimewa telah menunggu bagi siapa saja yang menjadi perantara hidayahNya.

Wallahu'alam bishshowab.

0 komentar:

Posting Komentar