Kamis, 19 Januari 2023

Self-Love : Langkah Awal Menjaga Kesehatan Mental

0

 

sumber: Times Now

Kesehatan mental menjadi isu yang ramai dibicarakan baru-baru ini, khususnya di kalangan generasi muda. Berbagai informasi mulai dari cara menjaga kesehatan mental, sampai bahayanya self diagnose menjadi topik hangat yang sering berseliweran di sosial media. Remaja dipandang sebagai kelompok usia yang paling rentan mengalami gangguan mental dikarenakan emosi yang belum stabil, salah satunya dikaitkan dengan perubahan hormon dalam tubuhnya.

Berdasarkan hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), ada satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir, atau setara dengan 15,5 juta orang remaja. Temuan lainnya mengatakan bahwa 2,45 juta remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia juga mengalami gangguan mental

Gangguan kecemasan menjadi gangguan mental paling banyak diderita oleh remaja, yakni 3,7%, yang merupakan gabungan antara fobia sisoal dan gangguan cemas secara menyeluruh. Persentase tersebut diikuti oleh gangguan depresi mayor sebanyak 1%, gangguan perilaku sebesar 0,9%, serta PTSD (gangguan stress pasca-trauma) dan ADHD (gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas) masing-masing sebesar 0,5%. Pedihnya, hanya 2,6% dari remaja yang memiliki masalah kesehatan mental menggunakan fasilitas kesehatan mental atau konseling untuk membantu mengatasi masalahnya.

Berkaca pada penelitian I-NAMHS sebelumnya, maka upaya-upaya untuk menjaga kesehatan mental memang mutlak harus dilakukan. WHO mendefinisikan kesehatan mental sebagai kondisi dimana seseorang mampu mengatasi stress, bekerja secara produktif, dan berperan serta di komunitas dan masyarakat. Salah satu cara yang paling mudah untuk menjaga mental tetap sehat adalah dengan menerapkan self-love atau mencintai diri sendiri. Apa sih self-love itu? Menurut Andrea Brandht, seorang psikolog asal Amerika Serikat, self-love adalah menerima dan menghargai kekurangan dalam diri karena hal ini dapat membuat kita menjadi diri sendiri dan dapat memiliki belas kasih terhadap diri sendiri. Dengan memiliki self-love yang kuat, maka seseorang akan memiliki rasa penerimaan diri yang kuat, mampu mengenali kebutuhan maupun emosi yang dirasakannya, sehingga dapat mengantisipasi atau mengatasi emosi-emosi negatif yang dia rasakan dengan cara yang positif.

Maharaj & April (2013) dalam penelitiannya yang berjudul The Power Of Self-Love in The Evolution of Leadership and Employee Engagement, mengungkapkan bahwa ada lima hal yang dapat membangun self-love itu sendiri, yaitu:

a.    Self-Knowledge : mengenali kebutuhan diri, motivasi, tujuan, kemampuan, dan hal-hal yang menyangkut diri sendiri.

b.    Self- Acceptance : menerima segala kelebihan maupun kekurangan yang ada dalam diri sendiri.

c.     Self- Renewal : memastikan diri sendiri tumbuh dari segu fisik, mental, dan spiritual.

d.    Self-Transcendence : memahami bahwa diri ini merupakan bagian kecil dari kehidupan dan bagaimana kita memberi makna dalam hidup.

e.    Self-Being : mengakui eksistensi diri sendiri dan melepaskan kebutuhan akan validasi orang lain atau masyarakat.

Setelah tahu bahwa self-love punya peran penting untuk menjaga kesehatan mental, pasti jadi bertanya-tanya nih, sudahkah selama ini kita mencintai diri sendiri? Apa saja sih yang bisa dilakukan untuk menciptakan self-love dalam diri kita?



Memahami Diri Sendiri

Tahap pertama adalah penting untuk bisa memahami diri sendiri. Apa sih yang sebenarnya diri kita butuhkan? Emosi apa sih yang sebenarnya sedang kita rasakan? Bagaimana cara agar diri kita merasa tenang? Orang yang bagaimana sih yang dirasa membawa pengaruh positif bagi kita?

Begitulah, banyak pertanyaan yang harus kita ajukan kepada diri sendiri, dan kita juga yang harus mencari jawabannya. Ketika semua pertanyaan itu bisa kita jawab, maka kita telah berhasil mengenali dan memahami diri kita. Apa pentingnya? Misal nih, ketika kita merasa lelah dan tidak dihargai atas kerja keras kita, ada dua respon yang berbeda: orang yang memahami dirinya, tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang dia butuhkan untuk merespon perasaan itu, misalnya “oh kalau aku lagi ngerasa lelah dan tidak dihargai seperti ini, aku butuh recharge semangat lagi dengan travelling, nih”. Nah, berbeda dengan orang yang tidak memahami dirinya, bisa jadi dia akan merespon perasaan itu dengan memperburuk kinerjanya atau hal lain yang bisa jadi malah merugikan dirinya sendiri.

Menerima Diri Sendiri

Memahami diri sendiri termasuk dengan mengetahui apa-apa kelebihan dan kekurangan diri, kebaikan dan keburukan diri. Maka selanjutnya yang harus dilakukan adalah menerima semua itu sebagai bagian dari diri kita. Jika ada yang bisa diperbaiki, tentu kita harus berusaha memperbaikinya. Tapi jika itu menyangkut hal yang tidak bisa diubah (misal kondisi fisik), maka kita harus menerimanya. Segala emosi yang kita rasakan, itu valid, tidak apa-apa untuk kita rasakan.

Orang yang memiliki penerimaan diri yang besar, justru relatif lebih mudah untuk mengembangkan diri, karena dia mengetahui dan menerima apa-apa yang belum dia miliki, apa yang harus dia lakukan untuk meningkatkan skill-nya. Selain itu, kita juga lebih mudah untuk memvalidasi perasaan atau emosi yang kita rasakan. Misal nih, kita lagi patah hati. Kalau kita menerima perasaan patah hati itu, membiarkan diri kita meluapkan perasaan (dengan nangis misalnya), maka kita akan lebih mudah merasa legowo, merelakan, dan pada akhirnya bisa move on lebih cepat. Beda kalau kita terus menyangkal perasaan itu, yang ada malah semakin kepikiran terus menerus.

Mengapresiasi Diri Sendiri

Nggak ada salahnya kok, sesekali kita mengapresiasi diri sendiri, misalnya dengan travelling, makan makanan enak, nonton konser, atau melakukan apapun yang kita suka. Apalagi setelah kita bekerja keras untuk mencapai sesuatu. Penting untuk kita punya kemampuan untuk mengapresiasi diri sendiri, kenapa? Karena nggak semua orang bisa memberikan apresiasi itu untuk kita, maka mulailah untuk menghargai diri kita sendiri. Berterima kasihlah karena tubuh, jiwa, dan pikiranmu sudah bekerja sejauh ini, melalui suka duka bahkan menjalani hari-hari yang tidak mudah, sampai menjadi diri kita hari ini.

Terakhir, jangan ragu meminta tolong pada ahlinya, jika kamu merasakan ada masalah pada kesehatan mentalmu. Jangan takut pergi ke psikolog, tidak usah malu melakukan bimbingan konseling apabila memang diperlukan. Banyak sekali akses untuk informasi mengenai kesehatan mental, salah satunya kamu bisa simak artikel-artikel yang ada di website dan blog Dear Senja https://www.dearsenja.com/ atau https://www.blog.dearsenja.com/ . Atau kalau kamu juga ingin sharing-sharing soal kesehatan mental, yuk, join event nulis #DearSenjaBlogCompetition.



Sumber

https://dataindonesia.id/ragam/detail/survei-1-dari-3-remaja-indonesia-punya-masalah-kesehatan-mentali

https://theconversation.com/riset-sebanyak-2-45-juta-remaja-di-indonesia-tergolong-sebagai-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj-191960

Deborah Khoshaba, “A Seven-Step Prescription for Self-Love”, Psychology Today,

(https://www.psychologytoday.com/us/blog/get-hardy/201203/seven-step-prescription-self-love,

Senin, 11 April 2022, 10:42).

Nila Zaimatus Septiana dan Jesi Darina, “Membangun Self Love Pada Remaja Pengguna

Instagram Ditinjau Dari Pespektif Dramaturgi (Studi Fenomenologi Remaja Pengguna Instagram di

Desa Ngebrak)”, Shine Vol. 2, No. 1 (2021), 12.

0 komentar:

Posting Komentar