Senin, 21 Januari 2013

Losing You

2



Dear alm. Ricky Fajariyanto,

21 Januari 2013, hari ini ulang tahunku, enam bulan yang lalu, kabar itu menyergap aku yang baru setengah sadar dari tidur tak nyenyak seusai sahur. Kabar yang membuat hatiku nyeri sekali, seperti ada ribuan jarum yang menusuk dan mendesak dadaku sampai terasa sesak. Seorang teman memberiku kabar bahwa kamu telah tiada. Hanya aku dan Tuhan yang tahu, betapa aku kaget dan tidak tahu harus berbuat apa pada saat itu. Aku yang masih baru bangun tidur, mencoba menghubungi nomor handphone-mu, mengirimkan pesan, menelepon, tapi tidak ada jawaban, semuanya pending. Akupun berkeringat dingin, aku benar-benar masih tidak percaya. Kuambil laptop, kucolok modem dan mencoba mengakses profil facebook-mu. Aku membelalakkan mata, banyak ucapan duka di sana.



Dadaku terlalu sesak rasanya, air mata pun tidak bisa keluar. Aku terlalu sedih. Sampai akhirnya kudapati bahwa kabar itu benar adanya. Aku dan nenek pun langsung bersiap berangkat menuju rumah duka, sekalipun tidak sebaris alamatpun aku punya, kamu tidak dimakamkan di Surabaya. Berbekal handphone yang terus saja kugunakan untuk telepon sana-sini, menghubungi rumahmu, adikmu, dan teman-teman lain yang mungkin sudah lebih dulu sampai ke pusaramu. Hingga Tuhan seperti memudahkan jalanku untuk segera menemui tempat peristirahatan terakhirmu.

Malamnya, baru aku bisa menangis. Ketika semua orang di rumah sudah terlelap tidur. Aku mengingat-ingat kapan terakhir kali kita berhubungan. Ternyata di bulan Juni, kamu menanyakan kabarku lewat chat di facebook. Sayangnya, aku sedang kelelahan saat itu, jadi aku menyudahi percakapan setelah beberapa menit berjalan. Sesuatu yang pada akhirnya sangat kusesali. Kalau aku boleh meminta, aku ingin sekali bertemu sekali saja untuk yang terakhir kalinya. Tapi aku tahu itu tidak mungkin. Lalu aku kembali mengingat kejadian kemarin malam, jam 1 pagi, aku tersentak bangun dari tidur, rasanya aku sangat kaget, dadaku berdebar kencang, padahal aku tidak bermimpi apa-apa. Dan ternyata, pada jam itulah kamu kecelakaan dan menghembusakan napas terakhirmu. Setelah sahur juga aku tidak bisa tidur lagi, sampai akhirnya pagi itu aku menerima kabar dukamu.

Entahlah, sepertinya kamu berusaha berpamitan padaku. Iya kah? Mungkin kamu mengagetkan aku ketika aku tidur untuk berpamitan bahwa sesuatu telah terjadi padamu. Mungkin kamu membuat perutku mulas tak karuan hingga aku tak bisa tidur lagi setelah sahur, agar aku bisa mengetahui kabar dukamu tepat pada waktunya. Mungkin juga kamu memudahkan perjalananku dan nenekku untuk menemukan rumah dan peristirahatan terakhirmu.

Ah tidak, mungkin Tuhan yang Mengijinkanmu melakukan semua itu..

Rick, kamu begitu dekat dengan keluargaku, denganku juga. Seandainya kamu tahu, atau mungkin kamu sudah tahu ya, aku pernah menangisimu hampir semalaman? Aku hanya menyesal tidak punya kesempatan untuk melihatmu yang terakhir kalinya. Waktu aku sampai, aku hanya bisa melihat gundukan tanah yang masih basah. Aku sudah terlambat, maafkan aku ya..

Sampai pada saat itu, aku ingat betul aku akhirnya bermimpi tentangmu. Aku hampir selalu ingat apa yang aku mimpikan lho, aku belum cerita tentang itu ya? Mungkin itu jawaban dari Tuhan, setelah aku pernah membatin untuk bertemu denganmu lewat mimpi, dan tiba-tiba sendok di kamarku terjatuh dengan sendirinya. Membuatku sedikit bergidik , merasa bahwa ada kamu di dekatku. Ah iya, aku juga masih bisa mengingat dengan jelas, pandangan aneh papamu waktu aku melayat, nenekku juga merasa begitu. Waktu aku pulang, papamu melihatku terus, tapi seperti bukan cuma melihatku. Apa ya.. Pandangannya seperti sedih, senang, haru, tapi setengah kosong, tapi juga beliau mengikuti gerak-gerikku. Apa mungkin papamu melihat kamu ada di sebelahku? Apa kamu ada di sebelahku waktu itu?

Lewat surat ini, aku tentu tidak berharap kamu akan membacanya, aku percaya kamu sudah tahu. Aku hanya berharap, bagi siapa saja yang membaca surat ini, jangan pernah kalian menyia-nyiakan sekecil apapun momen dengan orang terdekat. Kalian tidak akan tahu apakah itu akan terulang atau malah menjadi terakhir kalinya. Punya sahabat yang lama nggak berkomunikasi? Sms atau telepon mereka sekarang, bicaralah apa saja.

Mau diungkapkan bagaimanapun juga, aku tetap tidak bisa mengungkapkan betapa sedihnya aku, betapa aku merasa kehilangan. Tapi aku percaya, mungkin ini memang cara Tuhan Menyayangi kamu. Semoga kamu sudah tenang di sisiNya, diampuni segala dosa, dan diterima segala amal kebaikanmu..

Aamiin..

Sincerely, your bestfriend
Aulia Rachma

2 komentar:

  1. aku mewek sejadi-jadinya baca tulisan ini. :'(
    maksih aul udah mengingatkan kita semua akan arti pentingnya silahturahmi terutama dengan sahabat lama..

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama dinaa.. pokoknya jangan sampe kejadian kayak ginii.. huaaaa

      tetep jaga komunikasi sama temen2 semuanyaa :"

      Hapus