Senin, 05 Oktober 2015

(pulau) Harapan yang Menjadi Kenyataan: part 1

1



Akhirnya 19-20 yang pernah dijanjikan itu terwujud juga. Awalnya pasang target destinasi ke Pulau Tunda yang ada di Serang, Banten. Tapi, dikarenakan satu dan lain hal, nggak jadi ke sana, dan tujuan pun beralih ke kepulauan Seribu. Mulailah kami cari informasi via internet, via temen, dan lain sebagainya. Aku sempet nyaranin untuk pake paket wisata aja, biar nggak rempong. Tapi, temen-temen yang lain berhasil meyakinkan aku kalau mbolang sendiri bakalan lebih asik, dan lebih murah (this is the point!). Setelah blogwalking sana-sini, ditemukanlah beberapa alternative tujuan beserta kontak penginapan. Kemudian, taraaaaa, pilihan jatuh ke Pulau Harapan. Berbekal kontak Pak Salim, mas Yogi menghubungi pak Salim soal penginapan, kapal, alat snorkeling, dan kebutuhan-kebutuhan untuk di Pulau Harapan nantinya.

Jangan dikira kontak pak Salim sudah merupakan tanda kalau kami sudah fix bakal ke pulau Harapan, menginap di homestay beserta makan yang sudah terjamin. Jiwa-jiwa petualang dari grup jalan-jalan KND ini masih juga memberontak untuk melakukan perjalanan sendiri, masak sendiri, nginap alias tidur di tenda, backpacker abis lah pokoknya. Tapi, setelah aku kasih gambaran biaya-biaya secara garis besar, dan wacana kalau nyewa tenda satu lagi (kami Cuma ada satu tenda, sementara rombongan direncanakan ada belasan orang dengan komposisi perempuan jauh lebih sedikit daripada laki-laki) bakalan jadi lebih mahal, mereka akhirnya luluh juga.. hahahaha..

Mungkin baru hari Kamis kami baru sepakat untuk menggunakan jasa pak Salim di pulau Harapan nantinya. Anyway, tantangan belum usai, beberapa anggota rombongan mengundurkan diri karena satu dan lain hal yang nggak memungkinkan mereka untuk bisa ikut trip kali ini, dan tinggallah aku perempuan seorang dalam rombongan yang dijadwalkan berangkat hari Sabtu. Haaaa.. Putar otak, aku ngehubungin temen kuliah, temen main, adek angkatan, pokoknya semua aku hubungin demi menyelamatkan nasib diriku sendiri yang terancam disuruh tidur di tenda kalau jadi tinggal aku perempuan sendiri yang ikut. Berhasilkah aku dapat temen perempuan untuk ikut nge-trip? Simak terus ceritanya… :p

Sabtu, 19 September 2015
Jam 05.40

Agak molor dari jadwal yang sudah kami sepakati sebelumnya (jam setengah 6 udah berangkat ke Pelabuhan Muara Angke), jam setengah 6 lewat 10 kami berangkat pakai mobil yang disopirin sama mas Ashadi (next akan disebut mas As biar lebih singkat). Rombongan trip kali ini jadilah berjumlah 10 orang saja, ada aku, mbak Titis (yang semalam sebelumnya sempet confirm nggak jadi ikut karena lagi kurang fit, tapi tiba-tiba jam setengah 5 pagi ngehubungin kalo jadi ikut. Ah, thanks God!), Nina (ni bocah terakhir kali ketemu sama aku sih setahun yang lalu, tapi langsung mau aja pas aku ajakin ikut nge-trip, hahaha, gokil!), Bapak Jerry (pemimpin rombongan, pengayom, penjamin sarapan hari pertama kami, hehehe), mas Imam (si bulok kami), mas Yogi, Githa, Mardana, Ucup, dan mas Ashadi.

Jadi Cuma 10 orang di dalam mobil? Salah, ada 11, dan muat semua! Hahaha, makasih banyak yaa yang sudah mau dilipet-lipet di kursi belakang. Makasih untuk mas Ari yang sudah nyediakan mobil plus nganterin kami ke Muara Angke sebagai kompensasi karena dia nggak ikutan nge-trip. Baru beberapa menit di dalam mobil, sudah terjadi kericuhan gara-gara mas As mau nabrak pembatas jalan. Slogan “in Ashadi we trust” yang baru dibikin pun langsung diralat dan dinyatakan nggak berlaku. Bapak Jerry selaku navigator yang duduk di sebelah mas As jadi berperan ganda, selain nunjukin arah, Bapak juga harus ngasih tau kalau ada pembatas jalan plus warna lampu traffic light yang lagi menyala, hahaha. Sabar ya, Bapak.. :)

5 orang yang terlipat-lipat di belakang, semangat!

Oh iya, this is my second time going to Muara Angke. Tapi yaa, ingatanku soal jalan kan memang nggak bisa dandalkan, aku sudah lupa jalan menuju ke sana. terakhir kali ke Muara Angke pas setahun lalu, dalam rangka liburan juga, ke pulau Pari, salah satu dari gugusan kepulauan Seribu. Bisa dibilang naik kapal via Muara Angke sempat bikin aku trauma dan ogah kalau disuruh naik kapal dari sana lagi. Setelah perjalanan dari pulau Pari itu, aku bertekad dalam hati, kalau mau liburan ke kepulauan Seribu lagi, aku mau lewat Ancol aja, mahalan nggakpapa lah, nabung dulu. Apa pasal? Karena naik kapal via Muara Angke itu nggak banget. Kapalnya itu kapal kayu, yang diisi buaaannyuuaaakk orang, dimana untuk menaikinya aku dan temen-temenku pada saat itu harus lebih dahulu melompati kapal-kapal dari pinggir dermaga (yang becek dan amis di sana-sini), kapal yang dilompati banyaaak, dan itu bikin aku deg-degan karena takut kecebur (secara aku nggak bisa berenang, dan air di bawah tuh kotooor banget banyak sampahnya). Eeeehh, lha kok ternyata aku harus naik kapal via sana lagi sekarang, hahaha. Di kepalaku sudah berkelebat bayangan masa lalu (halah) di Muara Angke, tapi yasudahlah, pikirkan pulau Harapan nya aja, bukan pelabuhan Muara Angke nya.

Perjalanan agak muter-muter karena sempat salah jalan. Terjadi kemacetan pula di jalan kecil menuju pelabuhan Muara Angke-nya. Beberapa orang kami lihat mulai turun dari mobil dan berjalan kaki. Mas As sempat kasih saran untuk kami turun aja, ikutan jalan kaki kayak orang-orang. Tapi kami menolak, karena sama-sama nggak tahu, jarak dari mobil kami ke dermaga itu sudah deket atau masih jauh. Akhirnya yaa kami bersabar ada di dalam mobil (yang mana kesabaran itu berbuah syukur karena ternyata banyaaak genangan air yang kotor dan berbau amis di sepanjang jalan menuju dermaga. Nggak kebayang kalau tadi jadi jalan kaki, kan?), walau sempat deg-degan juga karena jam sudah menunjukkan jam setengah 7-an lewat, sementara kapal kabarnya berangkat jam 7. Belum lagi harus bersaing sama yang lain, biar bisa dapat tempat duduk yang pewe di dalam kapal.

Jam 07.20

Sesampainya di pelabuhan Muara Angke sekitar jam 07.00, mataku terbelalak lebar. Beda banget! Ah ya, ternyata memang ada pemindahan lokasi penyeberangan. Jadi, sekarang untuk perjalanan ke kepulauan Seribu, naik kapalnya tuh via dermaga Kali Adem. Pelabuhan Muara Angke terdiri atas dua dermaga, dermaga Muara Angke (yang dulu tempat aku naik kapal mau ke pulau Pari) dan dermaga Kali Adem (dermaga tempat kapal-kapal menuju kepulauan Seribu saat ini). Dermaganya beda bangeeet sama yang aku jumpai dulu. Nggak ada tuh yang namanya genangan air, bau amis, sampah-sampah, sudah jauh kelihatan terkelola dengan baik. Demikian juga kapal-kapalnya, jauuuh lebih layak dibanding kapal yang dulu aku naiki. Ah, senangnya hati ini :D

Back to trip, anak buah pak Salim menemui kami di dekat pintu masuk dermaga. Setelah meyiapkan uang untuk peron sebesar Rp2000/orang, kamipun masuk mengikuti anak buah pak Salim (ah, nggak nanya namanya sih waktu itu L) menuju ke kapal yang akan membawa kami ke pulau Harapan. Bagian bawah kapal (ada kursinya lhoo, nggak kayak kapal yang aku naikin dulu, lesehan semua) sudah penuh, jadilah kami dapat tempat yang di bagian atas, lesehan. No problemo, yang penting jadi liburan, ahahaha. Setelah mengatur posisi duduk, kamipun sarapan. Sarapan mantap yang dibawain sama Bapak Jerry, makasih yaa Ibuk Jerry atas sarapannya, ngerti banget anak kos cuma sanggup bawa roti :p

Sekitar jam setengah 8, mesin kapal terasa mulai menyala, kapalpun bergerak menjauhi dermaga. Pulau Harapan, kami datang…

Jam 08.00

Setengah jam berlalu, setelah sarapan terlaksana, aku pengen keluar, menikmati perjalanan di bagian tepi kapal. Aku, mas Imam, dan Bapak Jerry lalu keluar, berjalan dengan hati-hati ke pinggiran kapal. Ternyata di ujung sudah ada mas Yogi. Jadilah kami berempat duduk-duduk di situ. Ngobrolin macam-macam hal, mulai dari pengalaman traveling, sampai masalah pendidikan anak dan kisah perjumpaan Bapak Jerry serta Ibuk Jerry.

sudah mulai banyak yang menyusul duduk di luar kapal :D
pas masih berempat di pinggir kapal :D



Sepanjang perjalanan, mata disuguhkan lautan maha luas. Mata menerawang jauh, pikiran tentang kantor dilempar jauh-jauh, yang ada hanyalah rasa kagum pada Sang Pencipta. Hampir menangis, apa yang mesti disombongkan mengingat betapa kecilnya diri ini. Lebay? Ya, mungkin. Tapi berada di tengah-tengah alam, entah gunung atau lautan, selalu berhasil bikin hati ini merasa haru, atas kebesaranNYA, atas cintaNYA. Laut nggak pernah gagal membuatku merasa kecil, merasa nggak berdaya apa-apa, dengan pasrah yang penuh kepadaNYA. Alam raya yang maha luas, dan Allah nggak luput sedetikpun mengawasi manusia yang cuma kayak titik-titik kecil di hamparan semesta ini. 

lautaaaan..

Sesekali kami terdiam, entah menikmati pemandangan, atau tertidur tanpa sengaja, hahaha. Aku sempat sih memejamkan mata sejenak, habisnyaaa, semilir angin, gerakan kapal mengarungi ombak yang rasanya kayak diayun-ayun, duh bikin ngantuk :D

Sekitar jam 9-an, Nina mulai mabok, dia duduk di pinggir pintu dengan wajah yang kayaknya puyeng banget. Langsunglah dia kami ajakin gabung aja, duduk di pinggir kapal. At least, kalau mau huek kan bisa langsung ke laut. Praktis cyin, nggak usah ambil kresek.. Hehe.

Setelah Nina, menyusul lah si Ucup dan Githa. Mukanya sama, sama-sama kayak orang nahan huek. Olalaa, banyak yang mabok nih. Bapak pun mengambil senjata (Antimo, red.), biar bisa sedikit meredakan mabok. Baru diminum sama Nina, lah dia huek, keluarlah tuh Antimo ke laut. Rasanya kasihan ngelihat yang pada mabok. Bertahanlah kawan, perjalanan masih panjang!

Jam 10.20

Sekitar jam 10 lewat, kamipun melihat pulau Harapan dari kejauhan, finally! Muka si ucup yang sedari tadi sudah mempertanyakan “daratannya manaaa?” sudah agak lega, Githa dan mas Yogi selaku seksi dokumentasi utama mulai ambil posisi untuk potret sana-sini, mengabadikan momen. Belum bisa langsung turun, karena masih nunggu kapalnya parkir, antri juga sama penumpang yang lain. Yang paling lega mungkin Nina, sang penyabet jackpot 5 kali-an huek selama perjalanan. Aku juga lega sih, karena jadi agak-agak ngerasa bersalah lihat dia huek-huek, secara aku yang ngajak dia ikutan.

foto dulu sebelum turun ke dermaga :D

Setelah turun kapal, rombongan kamipun berjalan menyusuri dermaga, mencari pak Salim yang konon kata mas Yogi berada di gerbang selamat datang dan berbaju putih. Maklum lah, sejak awal yang berkontak sama pak Salim kan mas Yogi, jadi dialah yang jadi PIC segala sesuatu tentang pak Salim.

anak pulau :D
Ketemu! Pak Salim mengenakan kaos warna putih saat itu, dan langsung ngenalin kami dengan guide untuk snorkeling sepanjang siang-sore nanti. Selesai bersalam-salaman, kami ditunjukkan jalan menuju rumah tempat kami menginap. Nggak jauh berbeda dengan pulau Pari, di pulau inipun rumah warga yang disewa untuk tempat menginap. Rumah kami letaknya nggak jauh dari dermaga dan pusat keramaian di pulau kecil ini, jalannya lurus lalu belok kanan teruuus, rumahnya ada di sebelah kanan jalan. Begitu membuka pintu, hmmm, sudah ada menu makan siang yang diletakkan di atas karpet. Ada dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tengah yang berfungsi sebagai ruang kumpul juga ruang tv. Kami para perempuan yang cuma 3 orang merasa sangaat lowong di kamar, hahaha. Ada AC juga, jadi yaaa nggak gerah-gerah amat lah. Satu hal yang membuat kami agak merasa gimanaaaa gitu, adalah airnya, yang ternyata rasanya asin! Nggak cuma itu, air yang agak asin itu berhasil bikin sabun dan sampo nggak berbusa sama sekali. Hahaha, yaweslah mau gimana lagi, kan, masa mau nggak mandi? :p

Disepakati kalau snorkeling bakal dimulai jam 13.00. Jadi, kami masih punya waktu sekitar 2 jam untuk makan dan istirahat sejenak. Menu makan siang kami kala itu adalah ikan, sayur asem, kerupuk, buah melon, dan satu ceret es sirop. Kamipun makan dengan lahapnya, terutama Nina, karena isi perutnya udah abis selama perjalanan.. :p

Selesai makan, kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Ada yang tidur, ngemil, nonton tv, dan entah selebihnya aku nggak tau karena aku tidur di dalam kamar. Ngantuk, euy!

Jam 13.00

Kami sudah berkumpul di ruang tengah sambil nyemil ini itu, sementara menunggu dijemput sama guide. Katanya pak Salim kehabisan kapal, jadi kami digabung dengan rombongan lain. Okelah nggak masalah, bayar kapalnya jadi lebih murah (berkurang Rp100.000 doang sih, hehe). Oh iya, kami membayar Rp500.000 untuk rumah tempat menginap, Rp75.000 untuk makan per orang (3 kali makan), kapal untuk snorkeling  Rp400.000, dan alat snorkeling seharga Rp35.000 per orang (untuk satu hari pemakaian). Jumlah itu lebih murah dibandingkan kalau ikut agen wisata yang biasanya mematok harga Rp350.000 hingga Rp400.000 untuk ke pulau Harapan dengan estimasi orang yang ikut minimal ada belasan lah.

Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, matahari bersinar terik. Abang guide yang sebut saja si Fulan belum datang juga. Beberapa rombongan melewati rumah kami, kamipun harap-harap cemas…

Akankah kami satu rombongan dengan bule-bule?

Itu sih harapan yang cowok-cowok ya, kami cewek-cewek sih ngga peduli serombongan ama siapa, yang penting ganteng (lah, katanya ngga peduli? hahaha). Mas As yang duduk di pinggir pintu juga ngelihat ke arah luar terus. Akhirnya, daripada arah pandangnya percuma, dia kami daulat untuk ngitungin rombongan yang lewat, kalau jumlahnya 13, bisa jadi itu akan serombongan sama kami. Dan anehnya dia mau :p

Jam 1 lewat, abang guide yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang menjemput dan membawa kami menuju kapal yang akan menjadi kendaraan selama snorkeling. Sesampai di kapal, baru ada rombongan kami dan sepasang lelaki-perempuan. Rombongan satu lagi belum datang, jadilah kami nungguin dulu.

sembari nunggu grup lain, foto dulu..

Jam menunjukkan pukul 13.22 ketika kami memulai perjalanan ke spot snorkeling pertama. Aku sudah memutuskan untuk ikutan snorkeling, ikutan nyemplung, nggak kayak pas di pulau Pari (aku ngga ikutan snorkeling). Padahal nggak bisa berenang sih. Tapi, demi mengingat terakhir kali aku ke pantai tuh setahun yang lalu (which means jarang-jarang banget bisa dapat kesempatan snorkeling), akhirnya aku memberanikan diri.. *lebay*

Jam 14.02

Kurang lebih setengah jam perjalanan, sampailah kami di spot snorkeling pertama, di Pulau Genteng. Jelaslah para lelaki langsung pada nyebur duluan. Sementara aku, Nina, mbak Titis, masih ada di atas kapal, takut mau nyemplung. Setelah melongo beberapa lama di pinggir kapal, akhirnya mbak Titis nyebur. Waaaa..




Aku sama Nina masih lihat-lihat keadaan sekitar. Sampai aku nyeletuk, “nggak ada tangga ya? Dulu aku ada tangganya…”

Dan, tadaaaaaaa!

Keluarlah tangga dari bunker penyimpanan peralatan. Hahaha, thanks to abang Fulan. Akhirnya aku sama Nina gentian turun ke air, lewat tangga di pinggir kapal.
 
Rasanyaaaa….

Panik.

Aku yang masih takut, cuma bisa diam di pinggir kapal sambil megangin tangga kayak orang bego. Menunggu ada yang berbaik hati nolongin snorkeling, hahaha. Finally mas Imam deh yang nolongin, ditarik ke tengah. Diajarin ngelihat ke bawah, diajarin mengapung, diajarin pake snorkel sama goggle dan latihan napas lewat mulut. Tapi aku yang emang nggak bisa berenang, adanya malah panic, nggak bisa mengendalikan ini kaki mau ngapung ke depan atau ke belakang. Kocak banget dah!

Sementara itu, mas Yogi sudah nyiapin remahan biscuit untuk makanan ikan, mengundang ikan biar pada datang. Lelaki-lelaki macam mas As, Ucup, mas Yogi, Githa, udah pada enjoy dan canggih berenang, nyelam-nyelam, foto-foto underwater.

Spot pertama ini, karangnya besar-besar, bagus. Airnya juga lumayan jernih. Tapi ikannya nggak seberapa banyak (atau gara-gara aku fokus belajar snorkeling sampe nggak lihat pas ikan-ikannya pada datang ya? :p). 




Jam 14.30

Sekitar setengah jam kemudian, perjalanan dilanjutkan ke spot snorkeling ke dua, yaitu Pulau Matahari. Sepanjang perjalanan, dapat wejangan dari para senior snorkeling.

“Jangan teriak-teriak, ntar airnya masuk semua”
“Lu jangan ketawa-ketawa, yang serius”
“Nggak usah panic, kan pakai pelampung”
Dan lain sebagainya. Aku, mbak Titis, Nina, mengangguk-angguk. Entah bisa praktekin itu semua apa nggak kalau udah ada di dalam air. 

Sepanjang perjalanan, mata dimanjain banget sama pemandangan laut. Lautnya warna-warni, biru muda, biru tosca, ah, nggak setiap hari bisa dapat pemandangan kayak begini lah pokoknya, menikmati sekali.

Nggak lama kemudian, kamipun sampai di spot ke dua. Aku bertekad kali ini kudu bisa snorkeling sendiri. setelah memberanikan diri nyemplung lagi, dan setelah dioper sana-sini untuk ditolongin snorkeling, akhirnya aku bisa snorkeling sendiri, mission completed!




ini aku ini aku!

Masih belum bisa berenang juga sih, tapi at least sudah nggak ngerepotin mas Imam untuk megangin. Tapi tetep, belum bisa belok, jadi balik ke kapalnya ditarik lagi, deh, haahaha.

Snorkeling di pulau Matahari, ikannya lebih banyak dari spot yang pertama. Airnya sama jernihnya, jadi nggak menghalangi terlihatnya terumbu dengan jelas. Dan yang jelas aku excited sekali di spot yang ke dua ini, maklum baru bisa snorkeling sendiri.. :p

Karena nggak pakai jam tangan, cuma bisa mengira-ngira sepertinya jam menunjukkan pukul 3 sore waktu kami kembali ke kapal untuk lanjut ke spot ke tiga alias spot terakhir untuk sesi snorkeling hari ini.
Sore itu, kapal membawa kami menuju pulau Macan…

Sesampainya di pulau Macan, kami semua nyemplung lagi. Daaan, menurutku, spot snorkeling di sini yang paling bagus, ikannya paling banyak. Rasanya amazing gitu lihat ikan-ikan kecil berenang di sekitar tanganku. Rasanya pengen kubawa pulang satu, hehehe. 






Jam 16.29

Setelah puas snorkeling di tiga spot, tibalah saatnya kami menanti sunset di pulau Perak. Awalnya, penantian sunset dijadwalkan di pulau Gosong yang hanya berupa gundukan pasir di tengah laut, tapi kami urung menikmati sunset di sana. Why oh why? Karena di sana sudah ramaaaaaii orang, daripada malah nggak bisa menikmati, akhirnya kami dibawa ke pulau lain deh.



Begitu menginjakkan kaki di pulau Perak.. hmmm.. endus punya endus, bau sedapnya popmie menguar di udara, hahaha. Perut makin krucuk-krucuk, sebabnya cemilan di kapal sudah habis.. :p

Pulau Perak nih kecil saja pulaunya. Ada pepohonan di tengah-tengah pulau, ada beberapa orang yang jualan makanan dan minuman juga. Pasirnya putih dan halus banget. Rasanya sudah lama kaki ini nggak nginjak pasir pantai, disambangi sama ombak. Pokoknya, berada di pinggir pantai, nikmatin pemandangan laut dan pulau lain di kejauhan, merasakan ombak yang datang dan pergi di telapak kaki, ngademin hati dan pikiran banget.. :)

jump!

Sembari menunggu matahari tenggelam, kamipun foto-foto. Entah itu foto bareng, selfie, difotoin Githa, pakai tripod, pakai handphone. Mengabadikan kebersamaan di pulau Perak, mencoba menunda datangnya gelap dengan keceriaan..


primavera adventure! :)



senja dan kesibukan masing-masing :p




cool pict, mbaktis!


Jam 18.00

Langit mulai berwarna biru tua, matahari sudah tenggelam, ketika kapal membawa kami kembali ke pulau Harapan. Di perjalanan kali ini, kami tidak banyak berbicara. Kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Ada yang tidur, ada yang mainan handphone, ada yang diam memandang ke laut. Aku masuk golongan yang terakhir. Sunyi yang menenangkan. Sunyi yang diciptakan sekumpulan orang, yang sedang tenggelam dalam pemikirannya masing-masing. Biasanya, aku paling nggak betah dengan sepi kalau lagi beramai-ramai banyak orang. Tapi kali ini, sunyinya indah.



Kami sampai di dermaga pulau Harapan dengan rasa lelah, baju yang setengah basah setengah kering, dan rasa bahagia..



Tapi eh tapi, malam di pulau Harapan tidak sesuai dengan ekspektasi kami. Kenapa? Nantikan jawabannya di postingan aku berikutnya.. :p

1 komentar: