Sabtu, 26 Maret 2016

Trip to Papandayan Part 2

2



Setelah puas beberapa kali foto di camp David, saatnya hiking benar-benar dimulai. Aku menarik napas dalam-dalam sambil mengucap Bismillah. Bismillah semoga kuat, semoga nggak menyusahkan teman-teman, hehe. Trek awal yang kami jumpai adalah jalan beberapa tapak (bukan setapak, karena lebar) campuran antara tanah dan bebatuan, sementara kanan dan kiri rimbun pepohonan. Kondisi jalan masih landai, masih bisa nyanyi-nyanyi dan ngobrol ketawa-ketawa. Nggak seberapa lama, trek landaipun hilang, berganti trek batu-batu nan gersang, sementara di samping adalah kawah yang mengeluarkan asap. Keren!

kawah berasap di belakang

padahal aslinya mau foto pose kentut tuh :p



Jalanan yang mulai menanjak, lumayan bikin aku ngos-ngosan. Beruntunglah dapat partner perjalanan yang amat sabar dengan amatiran macam aku. Tanjakannya lumayan sih menurutku. Rasa ngos-ngosan jalan nanjak 3 menit tuh hampir sama kayak ngos-ngosannya abis lari muterin lapangan banteng 2 puteran (lemah -__-). Kami berhenti-berhenti tiap beberapa menit jalan. Sepanjang perjalanan, mataku nggak lepas dari terpesona dengan pemandangan di sekitar. Satu sisi adalah tebing dengan pepohonan hijau nan sejuk, sementara di sisi lain adalah hamparan putih setengah kuning gundukan belerang dan kawah yang asapnya nggak berhenti terhembus dari celah bebatuan. Tentu kami nggak lupa mengabadikan setiap momen berharga di sini :D

hijau hijau nan menyejukkan mataa :)



jalan dikit, cekrek!

Di sela-sela perjalanan, beberapa kali kami menjumpai bapak-bapak yang naik motor trail dan bawa barang segambreng di bagian belakangnya. Terlihat jelas banget usaha yang dilakukan beliau-beliau amatlah berat. Motornya harus beberapa kali berhenti, entah karena mesinnya yang mulai panas, atau bahkan rantai yang putus karena medan bebatuan yang lumayan terjal. Jadi banyak melihat ke diri sendiri lagi, betapa Allah Maha Baik mengkaruniakan pekerjaan yang baik dan mudah untuk aku, nggak perlu panas-panasan, nggak perlu naik motor trail, nggak berisiko tinggi.



Nah, ketika kami duduk sejenak untuk minum dan istirahat, tiba-tiba datanglah serombongan bocah-bocah yang naik gunung bersama orang tuanya. Mereka kelihatan semangat banget, dan nyantai gitu naiknya. Kami langsung ngefotoin tuh bocah-bocah, sembari bangkit berdiri. Aku yang ngelihat anak kecil-kecil itu lari-larian, seketika mbatin "jiah, kalau sampe kalah ama nih bocah-bocah, gengsi dong!".. :D



Ternyata kabar bahwa Papandayan adalah gunung yang ramah pendaki pemula memang benar adanya. Bahkan bocah-bocah kecil yang paling baru kelas 1 atau 2 SD bisa mendakinya. Satu kabar lagi yang kami dengar adalah ada warung dan toilet di area camp nanti, di Pondok Saladah, ini yang belum bisa kami buktikan, karena belum nyampe sana. Sewaktu di pos perijinan, penjaganya bilang kalau kami bisa sampai di Pondok Saladah sekitar 3 jam jalan santai. But, mengingat komposisi kami yang membawa 2 orang amatiran, kami sepakat untuk lebih santai lagi dari target waktu 3 jam itu, hehe. Kami banyak berhenti untuk istirahat, untuk foto-foto, untuk merekam video perjalanan juga.

sungainya kecil, unyu unyu :3



Sekitar jam 11an, kami sampai di pos pelaporan kemping. Jadi, ada dua area camp di Papandayan, yaitu Pondok Saladah dan Gubberhoed (moga bener gini deh tulisannya ya). Di pos ini, kami didata oleh abah-abah yang sudah tua dan lucu, didata kami mau camp di area yang mana. Kata si abah sih, kalau mau pemandangan yang bagus dan nggak perlu kemana-mana, Gubberhoed tempatnya. Tapi, mayoritas orang sih pilih buka tenda di Pondok Saladah. Karena kami berempat pada belum pernah ke Papandayan, mas yogi ambil inisiatif untuk melihat sekilas area camp Gubberhoed, sementara kami bertiga nunggu di pos. Sepuluh menit kemudian, mas yogi balik dan akhirnya memutuskan untuk camp di Pondok Saladah aja. Kamipun bersiap melanjutkan perjalanan. 

"Yaa, ke Pondok Saladah sih ada yang 15 menit sampe, ada juga yang 30 menit, macem-macem.."

Ah, bahkan di gunung juga penuh ketidakpastian *baper*.

Jalur menuju Pondok Saladah lumayan mencengangkan. Jalan setapak dengan tanah yang licin terbentang di hadapan kami. Ah bukan itu saja, jalan itu juga menanjak. Kembali aku menarik napas panjang, Bismillah moga nggak kepeleset. Mas yogi jalan paling depan, dan sepertinya nggak mengalami kesulitan sama sekali. Badannya kayak enteng aja gitu, padahal barang bawaan dia yang paling banyak di antara kami: carrier segede gaban ditambah tas kamera ditambah drybag penuh ransum yang berat juga bergelayut di punggungnya. Emang anak gunung staminanya beda :p

Sampai agak jauh beberapa langkah di depan kami bertiga, mas yogi malah tertarik nge-video-kan kami yang kudu jalan ngangkang. Lucu dah, kami kesusahan jalan, tapi malah ketawa-ketawa ngelihatn pose jalan kami sendiri. Apalagi mas yogi, dia ketawa paling kenceng ngelihat kami.



Di jalan yang sesempit itu, kami masih harus berbagi jalan dengan pendaki yang turun dari atas. Jalur masih full tanah licin, tapi untungnya di kiri kanan sesekali ada bebatuan yang bisa dibuat duduk sebentar kalau capek menanjak. Tepat pukul 12 siang, sampailah kami di Pondok Saladah!

Dan terbukti, di sana ada beberapa warung, toilet, dan bahkan mushola ala kadarnya dari kayu! Ini maaaah, nggak kemping-kemping banget lah yaa, haahaha. Nggak usah takut kelaparan, kekurangan bekal, atau takut nggak bisa mandi lah kalau kemping di sini.. :D

Sampai di sana juga ternyata sudah banyak tenda-tenda yang didirikan. Aku dan mbak titis ngikut mas imam dan mas yogi yang lagi pilih-pilih area untuk ndirikan tenda, area yang banyak pohonnya (karena mas yogi pengen pasang hammock), yang tanahnya nggak becek dan lumayan rata. Finally area sudah disepakati, jadi tas bisa diturunkan dari punggung, sementara mas yogi dan mas imam siap-siap masang tenda. Aku langsung lepas sepatu dan ganti sendal, huaaah akhirnya kakiku bisa bernapas lega, haha.



Sebelum masang tenda, kami sempat lihat semacam nisan horisontal gitu, mengenang seseorang yang meninggal, tulisannya sih gitu. Aku berasa agak serem dan nyaranin untuk pindah aja, jangan-jangan nantinya tenda kami berdiri di atas kuburan T.T



Tapi, kata mas yogi, itu cuman batunya aja, nggak berarti dikubur di sana, jadi kami tetap nggak berpindah lokasi. Aku dan mbak titis duduk-duduk sambil mengabadikan momen mas-mas mendirikan tenda. Ketika udara mulai terasa dingin, dua tenda telah tegak berdiri! Yeaaay, terimakasih kakaks, saatnya bergelung sebentar di dalam tenda.

Perdebatan pertamaku dengan mbak titis adalah:

"mbak, ini matras yang atas tuh yang kasar apa yang halus ya?"

Setelah perdebatan panjang dan nggak satu pun dari kami berdua yang tahu jawabannya, aku memutuskan untuk naruh bagian halusnya di bawah. Sleeping bag dikeluarkan, and taraaaaaa, jadilah kepompong!



Kaki mulai berasa capeknya. Adzan dzuhur sudah berkumandang, tapi badan masih capek, jadilah aku menyempatkan bobok dulu barang satu jam.

Setengah dua siang, aku bangun dan bersiap-siap ke toilet, lalu sholat. Alamak airnyaaaaa, duingin! Aku yang awalnya berniat untuk mandi jadi urung, hahaha. Akhirnyalah aku cuma wudhu dan beranjak ke mushola. Aku sendirian, karena para kakaks sudah sholat duluan. Nah, pas mau sholat, ternyata hujan turun dengan lebatnya. Sebenernya pas keluar dari toilet sih udah gerimis-gerimis syahdu gitu, lahdalah kok tambah deras. Jadilah aku terjebak di mushola bersama beberapa orang yang nggak aku kenal. Mushola ini bentuknya lebih kayak saung gitu, nggak berdinding, hanya ada atapnya. Jadi bisa dibayangkan kami di situ ketampes-tampes hujan, angin, dan kabut yang turun bikin hawa tambah dingin. Aku pasrah, sekalian aja dah nunggu Ashar.

Menjelang jam 3 sore, tiba-tiba datanglah si mantel merah, menjemput dan membawakan mantelku. Ah, akhirnyaaaa aku terselamatkan dari hujan ini, tengkyu mas yogi :D

Sampai di dalam tenda, ternyata sudah ada sepiring mie rebus. Literally sepiring penuh. Aku kaget, kan, jangan-jangan yang lain belum makan. Tapi mbak titis meyakinkan aku kalau semua udah makan, tinggal aku doang. Aku merasa nggak mampu menghabiskan.

Tapi ternyata tandas juga sih.. :p

Hujan turun sepanjang siang hingga sore itu. Hawanya dingin banget, dan bener-bener nggak ada yang bisa dilakukan ketika hujan macam begitu. Jadilah sesiangan dan sesorean itu kami berempat hanya menghabiskan waktu di tenda masing-masing. Aku dan mbak titis sibuk tidur, entah mas imam dan mas yogi.

Bangun-bangun, di luar sudah gelap. Aku mengamati arloji, jam 6 lewat. Setengah teriak, aku tanya ke tenda sebelah, udah pada sholat magrib apa belum, pada jawab belum. Mataku masih berat, kuputuskan tidur lagi beberapa menit setelah pesen untuk diajakin sholat magrib bareng. 

Lepas berwudhu, kami nggak jadi sholat di mushola karena ngantriiii, akhirnya kami balik sholat di tenda. Aku mengamati langit yang gelap, bener-bener gelap, sepertinya mendung masih betah menggantung di langit, menutupi cemerlangnya sinar gemintang untuk sampai ke penglihatan kami. Pondok Saladah ramai lalu lalang orang, ke toilet, ke mushola, atau sekedar bercengkrama dan bernyanyi bersama di warung sekitar. 

Selesai sholat di tenda, mas yogi masak air (biar mateng) untuk bikin minuman anget. Awalnya dia nawarin, masak makanan apa gimana, tapi kami kayaknya lebih pengen minum yang anget-anget aja. Jadilah dia bikinin teh dan energen untuk kami berempat. Nikmat banget rasanya, minum energen panas di tengah cuaca yang dingin. Kamipun lempar-lemparan snack juga, ngobrol, sembari ngabisin minuman masing-masing. 

Nggak lama, mas yogi keluar tenda, mungkin mau sholat ata buang sampah, entahlah. Baru beberapa langkah nggak seberapa jauh dari tenda, dia balik sambil setengah lari tergopoh-gopoh menuju tenda..

"Ih, ih, mas imam, ada babi mas! Ada babi! Besar banget, segini nih.." katanya sambil peragain pake tangan.

Kami langsung kaget kan. 

"Di mana babinya?"

"Itu tuh, di situ, dari sini kelihatan, tuh lihat tuh.." mas yogi ngarahin head lampnya ke arah si babi biar kami bisa ngelihat juga.

Bukannya ngusir, mas yogi malah ambil kamera, berniat ngefoto babi hutannya. Tapi dia balik lagi ke tenda karena nggak berhasil.

"Wah mas, babinya besar, kalau nyerang bisa robek nih tenda."

Ih amit-amit, batinku. Lalu mas yogi pun benar-benar pergi, kayaknya ke mushola sih. Nah, ketegangan baru saja dimulai setelah ini.

Aku dan mbak titis yang masih asik ngobrol-ngobrol dikagetkan dengan suara berisik di tendanya mas imam. Grasak grusuk, aku dan mbak titis lihat tenda mas imam gerak-gerak.

"Duh, babinya di belakang tendaku nih! Yog.. Yog.." seru mas imam.

Aku dan mbak titis jadi ikut panik, kan. Refleks kami langsung nutup tenda sambil teriak-teriak manggil mas yogi, tapi nih orang nggak muncul-muncul. Dilema, mau di dalam tenda takut babinya nyerang, mau keluar takut dikejar.

"Mas imam, gimana nih, apa kita keluar aja, kabur?" tanyaku sambil tetep panik.

"Yaudah lah keluar aja yuk, babinya masih di sini nih."

Akhirnya kami keluar dari tenda masing-masing, cepet-cepetan, kabur ke arah mushola, sambil sesekali nengok ke belakang, kali aja babinya ngejar.

Sudahlah kami pasrah, kalaupun tenda diacak-acak sama tuh babi, paling nggak kami nggak diserang juga. Ternyata bener, mas yogi ada di mushola. Ceritalah kami kalau babi hutannya nyerang tenda mas imam. Sementara mereka berdua kembali ke tenda, aku dan mbak titis mampir ke toilet dulu.

Nggak lama kemudian, mereka berdua balik, mas yogi nyuci rain cover tasnya.

"Tendanya sobek," kata mas imam.

"Seriusan??"

"Iya seriusan, lumayan gede. Pas balik ke sana tadi, tasnya yogi udah diluar, sempat diseret kayaknya sama babinya."

WHAT?!

Kamipun akahirnya memutuskan untuk kembali ke tenda. Aku masih aja deg-degan, takut babinya tiba-tiba nyerang lagi, kan. Tapi tenang, kami sudah dapat saran cara mengusir babi dari akang-akang yang jaga pos di depan mushola..

"Di-senter-in aja, sambil di-hus-hus gitu. Pokoknya jangan disakitin aja, nanti bisa makin marah.."

Tuh kan, babi aja nggak boleh disakitin, apalagi... Ah sudahlah.. *baper* *lagi*

Tapi yaaa, dengan babi hutan yang segede itu, dengan rusaknya tenda cowok, dengan ditariknya tas mas yogi yang berat, manalah bisa kami merasa tenang dengan saran "disenterin dan dihus-hus-in"??

Sesampainya di tenda, kami nggak langsung masuk.



"Ati-ati lho, jangan-jangan tuh babinya udah bobok di dalem tenda," mas yogi mencoba melucu.

Ketawa sih, dan kagum sempet-sempetnya nih orang ngelucu, padahal kami habis diserang babi.

tendanya robek :(

tas mas yogi yang abis diseret babi hutan >.<


"Jadi, ini malem kita mau masak lagi apa langsung tidur aja?" tanya mas yogi kalem.

Miapah dia masih nawarin masak lho! Makan!

Aku udah nggak berselera makan. Lapar sih, tapi pikiranku dipenuhi bayangan kalau babi itu bakalan mampir lagi ke tenda kami. Sebelum kembali masuk tenda, mas yogi pasang barrier pake tali gitu deh di sekitar tenda, sebagai usaha untuk menghalangi gangguan babi.



Barrier terpasang, kami masuk tenda masing-masing lagi dan bersiap untuk tidur.

Sebelumnya mas yogi berpesan...

"Sekalian diberesin aja, barang-barang dimasukin tas semua. Jadi paling nggak kan ntar kalau babinya narik tasnya berat, eh atau malah jadi narik kitanya ya? Hahha"

(to be continued)


2 komentar:

  1. seru sekali, aku pernah ke sini jaman sma

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kah mba Tira? Ketemu babi hutan juga nggak? hehehe

      anyway, thanks sudah mampir :D

      Hapus