Minggu, 21 Oktober 2012

terima kasih karena kau mencintaiku :)

0

"Fay, besok malem ini keluar yuk, aku udah beli tiket konsernya band favorit kita nih..", kata Dito bersemangat, berharap wanita di ujung telpon sana menyambut antusiasmenya itu dengan positif.

"Ha? Besok malem ya? Bentar-bentar, mmmm", Fayza terdengar menggumam. Sampai sekitar 5 detik lamanya, dia menjawab juga ajakan Dito.

"Maaf Dit, aku besok ternyata harus lembur, nggak tau sampai jam berapa..", kata Fayza pelan.

"Yaelah, sehari aja, kamu kan freelance juga toh di sana, masa ijin nggak lembur sehari aja nggak bisa?"

"Bukan masalah freelance atau nggak, kerjaanku emang numpuk, dan deadline-nya lusa, jadi besok udah harus selesai semua editannya. Kamu kan tau, beberapa hari ini aku ninggal kerjaan gara-gara diminta tolong nutorin adek-adek angkatan yang seminggu lagi UTS."

"Ini udah yang ke berapa kalinya coba, kamu selalu nggak bisa pas aku ajakin keluar. Kamu jangan sibuk-sibuk lah, mana waktu buat aku?", Dito mulai kesal, nada bicaranya seperti diburu emosi.

"Yaudah lah, kamu pergi aja sama Rumi, biasanya kalo aku nggak bisa kan kamu pergi sama Rumi.", sahut Fayza cuek.

"Lhoh?! Sebenernya yang pacarku tuh kamu atau Rumi, sih?!"

tut.. tut.. tut..

Dito memutuskan sambungan telepon. Sementara Fayza hanya bisa geleng-geleng, seolah sudah terbiasa. Gadis manis berlesung pipit itu menyeruput segelas kopi yang tinggal separuh, kemudian kembali berkencan dengan leptopnya.

*          *          *


"Aku kesel banget Mi, dia kayak udah nggak ada waktu buat aku", keluh Dito. Sore itu, Dito akhirnya benar-benar ditemani Rumi. Sebelum pergi ke tempat konser, mereka berdua mampirdulu ke resto cepat saji dekat rumah Rumi. Rumi mengaduk-aduk cola di hadapannya, seperti berpikir. Ini bukan kali pertama Dito mengeluhkan waktu Fayza yang amat berkurang untuknya, semenjak Fayza diterima magang di sebuah perusahaan penerbitan ternama. Menjadi editor adalah salah satu impian Fayza sejak lama, oleh karena itu, dia benar-benar totalitas dalam menjalankan pekerjaannya.

"Mmm gitu.. Terus mau kamu gimana sebenernya?", sahut Rumi tanpa melihat ke arah Dito.


"Ya mauku tuh dia nggak nyuekin aku lah. Mentang-mentang ada kerjaan baru, aku dicuekin. Aku pengen dia juga selalu bisa nemenin aku, Mi.."

"Kayak aku gini?", tanya Rumi, raut wajahnya berubah serius. Rumi menatap Dito.

"Iya.."

"Yaudah, kalo gitu kamu sama aku aja, beres kan."

"Hah? Maksud kamu apa, Mi?", Dito kaget bukan kepalang. Di otaknya sudah terlintas berbagai prasangka, tapi dia masih berusaha berprasangka baik terhadap sahabat pacarnya ini. Dito melihat Rumi seperti menarik napas panjang.

"Sebenernya, aku udah lama suka sama kamu, Dit. Bahkan sebelum kamu kenal sama Fayza. Aku nyoba nahan perasaan aku selama ini, tapi akhirnya aku nggak bisa ngelihat kamu diperlakuin gini sama Fayza, dicuekin, nggak diperhatiin.."

"Tapi, kamu kan sahabatnya Fayza, mana mungkin?"

"Aku yakin Fayza mau ngerti, kalo kamu emang udah nggak betah sama sikapnya. Gimana Dit, kamu mau nggak jadi pacar aku?"

"Nggg, Rumi, kasih aku waktu buat mikir."

"Oke, satu minggu."

*          *          *

Hari itu hari Rabu, besoknya, hari di mana Dito harus memberi jawaban pada Rumi. Rumi gadis yang baik, sama seperti Fayza. Hanya saja, karakter mereka sangat bertolak belakang. Fayza yang cuek dan cenderung pendiam, sementara Rumi sangat cerewet dan blak-blakan. Dua-duanya juga sama-sama cantik. Masing-masing punya nilai lebih yang membuat Dito kebingungan. Hubungannya dengan Fayza sudah memasuki tahun ke dua. Semua berjalan baik-baik saja, sampai 6 bulan yang lalu Fayza diterima magang. Mulailah Rumi yang lebih sering mengisi hari-hari Dito. Fayza sendiri tidak pernah khawatir dengan kedekatan Rumi dan Dito, malah, dia yang seringkali menyarankan agar Dito ditemani saja oleh Rumi jika dia sedang sangat sibuk. Dito begitu pusing memikirkan esok hari, apa yang akan menjadi keputusannya. Di saat-saat seperti ini, Dito memilih untuk menyalurkan hobinya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, sementara Dito masih asik bermain futsal bersama teman-temannya.

"Hei!", Dito menoleh setengah kaget mendapati Fayza yang menepuk pundaknya dari belakang. Dito sedang istirahat, 2 jam bermain futsal agaknya membuatnya ngos-ngosan hingga memilih duduk di bangku pinggir lapangan.

"Fay, kamu nggak lembur hari ini?", tanya Dito.

"Harusnya lembur, tapi aku ngebut tadi ngerjainnya. Nih, aku bawain nasi goreng kesukaan kamu. Kamu pasti belum makan, kan?", tanyanya. Dito hanya menggeleng. Segera diambilnya sebungkus nasi goreng dari tangan Fayza.

"Lho Fay, sendoknya mana?"

"Wah aku lupa, udah deh, makan pake tangan aja, ada wastafel aja kok", sahutnya cuek. Akhirnya Dito melahap nasi goreng itu dengan ganas. Sementara di sampingnya, Fayza sedang asik mengamati orang-orang bermain futsal.

"Kamu mau pulang jam berapa?", tanya Fayza sambil tetap menatap ke depan.

"Masih ada 2 jam lagi, kenapa?"

"Tanya aja."

"Kamu kalo mau pulang duluan gapapa kok, Fay."

"Nggak..", sahut Fayza sambil menyandarkan badannya ke sandaran bangku, matanya dipejamkan.

"Kamu mau nunggu aku sampai selesai?"

"Iya"

"Serius?"

"Iya, kenapa sih?", Fayza menyahut cepat, seperti selebriti yang sedang kesal diberondong pertanyaan oleh wartawan.

"Nggakpapa sih, tapi apa kamu nggak capek?"

"Udah deh, kamu ini, kalo aku nggak bisa nemenin, protes. Sekarang akunya ada, malah disuruh pulang."

"Bukan gitu, Fay.. Eee, Fay, aku mau nanya sesuatu.."

"Apaan?"

"Kamu bangun dulu dong, jangan merem gitu, liat ke aku, sini.."

"Aduuuh.. Apa?", Fayza menegakkan duduknya sambil menatap Dito.

"Kamu.. sayang sama aku, Fay?"

"Hah? Pertanyaan macam apa nih?", Fayza mendelik tak mengerti.

"Udahlah, jawab aja.."

"Menurutmu? Aku bisa aja hari ini langsung pulang, tidur di rumah. Bukannya nganggur nungguin kamu main futsal."

Di bangku pinggir lapangan, Fayza tampak menahan kantuk dan lelahnya. Di matanya ada bayangan Dito yang lari ke sana kemari mengejar bola.

*          *          *

Pagi itu di taman kampus, terlihat Fayza dan Dito sedang duduk bersebelahan. Kelas mata kuliah favorit mereka, manajemen lintas budaya, sudah selesai setengah jam yang lalu. Sedangkan kelas selanjutnya baru dimulai jam 1 siang nanti. Dito tampak mengutak-atik handphone-nya, sementara Fayza masih berkutat dengan laptopnya. Tak lama kemudian, Rumi menghampiri mereka berdua.

"Mi, aku udah pikirin selama seminggu ini, dan hari ini aku bakal kasih jawaban ke kamu.", kata Dito membuka percakapan. Fayza yang sedari tadi sibuk teralihkan juga perhatiannya. Dia memandangi Dito dan Rumi bergantian.

"Apa jawabannya?", tanya Rumi.

"Ini jawabannya..", Dito menggenggam tangan Fayza dan menunjukkannya pada Rumi.

"Ada apaan sih ini?", Fayza kebingungan.

"Aaaa, sudah kuduga. Dit, Fayza ini, cuek-cuek begini, sayang banget sama kamu. Kamu juga, Fay, Dito ini, walaupun suka marah, tapi di hatinya cuma ada kamu. Kamu beruntung Dit, ambil keputusan yang tepat, kalo nggak, aku jambak-jambak kamu! Hahaha, yaudah, aku ke kelas dulu ya, telat setengah jam nih, moga-moga dosen telatan itu belom dateng. Daaah..", Rumi melambaikan tangan dan berlari kecil meninggalkan Dito yang melongo. Sementara Fayza hanya tersenyum, seolah memahami tingkah sahabatnya dari kecil itu.

"Maksudnya apa, sih, Fay?", Dito memandangi Fayza heran, seperti ingin mendapat penjelasan tentang kelakuan Rumi.

"Entah apa yang Rumi lakuin ke kamu, tapi sepertinya kamu udah lolos ujian.. Hehehe", Fayza tertawa kecil.

"Hah? Nggak ngerti, deh. Awas aja tuh anak, habis kuliah bakal aku habisin.."

Dito memandangi Fayza yang duduk di sebelahnya. Gadis ini, yang ternyata sangat dia sayangi. Dalam hati Dito berjanji, tak akan pernah lagi, walaupun cuma sekali, meragukan ketulusan hati Fayza. Sampai kapanpun.


Walau kadang kau mengiris perih hatiku
Terima kasih karena kau mencintaiku...

0 komentar:

Posting Komentar