Perlahan aku mencoba menata kesadaranku lagi. Sejak amnesia, kepalaku akan sakit dan pandanganku seolah-olah gelap ketika aku mulai mengingat sesuatu. Aku merasakan Chandra menepuk-nepuk pundakku. Mataku terbuka, kulihat pandangan matanya begitu khawatir. Bukan khawatir saja, kurasa. Ada perasaan bersalah juga di sana. Semua sudah terlanjur terjadi. Aku begitu mengenal Chandra, pastilah tak mungkin dia tega menikahi kekasihku jika tidak sangat terpaksa. Akupun akhirnya berpamitan. Chandra tak henti-hentinya meminta maaf padaku.
"Sudahlah, semua sudah terjadi, kan. Aku juga mau Kirana tenang di sana, terimakasih sudah membahagiakan Kirana di saat-saat terakhirnya, ya..," kataku sambil menyalami Chandra. Dengan lunglai aku berjalan ke mobilku, kupandangi sebentar mobil Jazz merah itu. Aku merasa ada yang salah dengan mobil itu, tapi aku tak tahu apa.
Di perjalanan pulang, aku masih membatin, tak percaya dengan apa yang sudah kualami hari ini. Kirana, kekasih tercintaku sudah meninggal, dia istri dari sahabat baikku. Lalu siapa yang kutemui di cafe hari ini? Sumpah aku tidak mungkin salah lihat. Itu benar-benar Kirana. Matanya yang bulat, alis tebal yang membingkai kedua matanya, hidung mancungnya, itu milik Kirana. Ingatanku kembali pada Jazz merah.
"Ah, bodoh! Aku ingat, plat nomornya beda dengan mobil di rumah Kirana tadi!"
Aku mengutuk kebodohanku sendiri. Tapi tak apa, karena kebodohan itulah aku bisa mengingat Kirana lagi. Mungkin, jika ia datang lagi malam ini, aku bisa menyapanya, mengatakan bahwa aku sangat merindukannya.
Hari sudah senja ketika aku tiba-tiba memutuskan untuk mengunjungi makam Kirana. Tadi aku sempat menanyakannya pada Chandra, tempat wanita yang kucintai itu beristirahat dengan tenang. Jadi aku menyempatkan untuk mampir membeli sebuket bunga kecil untuk nanti kuletakkan di makamnya.
Aku memarkir mobil dan memasuki area makam. Sepi sekali. Chandra bilang makamnya ada di dekat pintu keluar sebelah kiri makam, tepat di bawah pohon bunga kamboja berwarna merah. Aha! Tak sulit juga menemukannya, cuma ada satu pohon kamboja merah di sini. Aku melangkahkan kaki dengan pasti ke arah makam Kirana. Tapi tubuhku tiba-tiba mematung. Bulu kudukku berdiri.
"Hei! Kirana! Kamukah itu?"
Perempuan itu berlari ketika mendengar teriakanku. Perempuan yang tadi berdiri tepat di samping makam Kirana. Perempuan dalam mimpiku.
0 komentar:
Posting Komentar