Jumat, 07 September 2012

aku akan siap

0


Gerimis menyambangi jendela kamarku. Lalu kacanya berembun. Aku rindu. Sekejap saja namamu sudah terukir di sana. Tapi perlahan hawa dingin menghilangkan jalur-jalur pembentuk namamu di sana. Membuatnya kembali dipenuhi embun.

Hari ini, genap sudah satu tahun kita dipisahkan jarak. Bandung-Surabaya, memang masih dalam pulau yang sama. Transportasi pun tersedia. Hanya saja, seringkali waktu yang tidak bersahabat dengan kita. Kebersamaan yang sangat minim. Kepercayaan dan kesabaran saja yang selama ini bisa membuat kita bertahan.

Kemudian aku mulai meraba-raba. Bagaimana jika saat ini juga aku mendapatimu sebagai harapan jua. Ya, bagaimana jika ternyata selama ini aku hanya ditemani harapan akanmu? Harapan akan esok-esok yang ingin kulalui denganmu. Bagaimana jika itu semua hanya tinggal angan semata..

Perlahan aku menata-nata hatiku lagi. Kamu yang tak bosan-bosannya mengingatkan aku, “jangan mencintaiku dengan berlebihan”. Dan tak terhitung pula aku berkali-kali menggumamkan “sesungguhnya segala sesuatu adalah titipan, bahkan rasa cinta itu sendiri” dalam hatiku. Membuatnya meresap benar-benar ke jiwa. Salah satu persiapan yang benar-benar kujaga, agar aku siap jika DIA tidak menakdirkan kita berjodoh.

Tapi nyatanya, aku belum tahu, apakah aku siap? Apakah aku ikhlas? Sementara cinta ini semakin jauh tertanam. Tapi, syukurlah, mencintainya membuatku semakin mencintai Tuhan. Jadi aku tersenyum saja, mencoba lebih bersahabat dengan kata entah serta ketidakpastian yang dijagaNYA rapat. Supaya aku semakin mendekatkan diri padaNYA, supaya cinta ini bersandar dan mengalir pada arah yang benar.

Tapi hari ini aku seperti merasakan mendung lebih kelabu dari biasanya. Hujan juga lebih deras, angin berhembus demikian kencang. Ponselku juga tidak bordering sedari pagi tadi. Padahal biasanya, setiap pagi, kamu selalu mengirimiku pesan singkat. Sederhana, cuma ucapan selamat pagi, tapi bisa membuat mood-ku naik dan tersenyum sepanjang hari.

Kuputuskan segera mengakhiri lamunanku di sisi jendela ini. Aku memalingkan diri pada televisi yang sedari tadi kuacuhkan, aku lebih memilih bercengkrama dengan gerimis. Acara berita, sepertinya kecelakaan. Lalu mataku terbelalak, aku mendekat, dadaku tercekat.

Wajahmu tergambar di sana.
Kupercaya alam pun berbahasa
Ada makna di balik semua pertanda
Firasat ini
Rasa rindukah ataukah tanda bahaya

….
Cepat pulang, cepat kembali jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau ‘tuk cepat pulang

0 komentar:

Posting Komentar